Di awal tahun, Aku berjanji kepada diri sendiri. Aku harus terjatuh pada cinta yang baik. Namun Aku terhenti di suatu malam setelah pertemuan pertama dengan dia. Pertanyaan pun mulai bermunculan dan memenuhi kepala. Cinta yang baik? Bagaimana kutahu jika kali ini adalah cinta yang baik?
“Mulailah dari awal yang baik,” tiba-tiba terdengar suara kecil membisik di telinga. Hhmm.. Masuk akal.
Belakangan ini, Aku melihat ada sebuah hubungan dengan awal yang kurang baik dan berakhir dengan tidak baik pula. Tapi lagi-lagi hal tersebut menimbulkan pertanyaan baru di kepala. Apa benar jika kita memulai hubungan dengan tidak baik maka akan berakhir tidak baik? Apa benar semua hubungan yang dimulai dengan baik, maka akan berjalan dengan baik tanpa akhir? Lalu bagaimana dengan pendapat yang selama ini Aku setujui bahwa “Happy ending is just an undone story?”
Apakah Aku bisa memilih kepada siapa cinta harus terjatuh?
Entah, apa jawaban dari pertanyaan tersebut. Yang Aku tahu, Aku selalu jatuh cinta dalam keadaan sadar. Sadar dalam artian, Aku tidak perlu bertanya kepada siapapun “Am I falling in love?”, seperti yang kerap terjadi pada tokoh-tokoh dalam film cinta belakangan ini.
Aku tidak pernah memilih kepada siapa atau pada jenis cinta macam apa akan terjatuh. Tapi Aku selalu sadar “Aku akan jatuh cinta” di pertemuan pertama dengan orang yang membuat jatuh cinta. Cerita setelah jatuh cinta, itu beda lagi. Itu skenario baru yang sungguh tidak ada yang tahu akan berjalan atau mungkin berakhir seperti apa.
Cinta yang baik. Bagiku semua cinta baik. Cinta tidak akan melukai. Ketika yang terjadi malah melukai seseorang, maka apa yang selama itu Aku sebut cinta, bukanlah cinta. Entah itu sekedar suka, penasaran, kagum, ego, tapi yang pasti melukai tidak layak disebut ‘cinta’.
Cinta tidak akan melukai. Cinta tidak akan memaksa. Cinta adalah senyum. Cinta adalah kebahagiaan. Bahagia melihat orang yang kita namai ‘cinta’ bahagia. Klise sih, dan akan banyak yang menentang. Tapi banyaknya kisah kegagalan cinta yang dialami oleh teman-teman, telah mendewasakan pemaknaan cinta yang selama ini dengan mudah dieja.
Akhirnya Aku bertemu sosok yang membuat belajar mencintai dengan baik: membebaskan, melepaskan, serta memaafkan. Membebaskan ke mana hati sosok tersebut berlabuh, melepaskan genggaman tangan yang tidak terlalu erat, serta memaafkan cerita Tuhan yang kurang sesuai dengan harapan-harapan yang selama ini di bangun dalam imajinasi sendiri.
Ternyata, rasa sakit tidak begitu menyesakkan di tiap langkah yang kuambil untuk menjauh, hangat. Ya, akhirnya, untuk pertama kalinya, perpisahan yang biasanya membuat kalang kabut dan norak tidak lagi Aku rasakan pada sosok ini. Bukan karena cintaku padanya kurang kuat, namun ternyata cinta pada diri sendiri jauh lebih besar. Aku enggan mengizinkan hati ini terluka makin dalam dengan terus bertahan dan berjuang dengan seluruh rasa, hanya untuk hati yang separuh.
Aku dengan sadar yakin bahwa kali ini Aku jatuh cinta. Entah jatuh pada cinta jenis baik atau buruk. Yang Aku tahu, kali ini Aku berhasil mencintai dengan baik. Mencintai diri sendiri sekaligus dia, sosok yang akhirnya membuat Aku merasakan hangat dan senyum tiap kali mengenang cerita singkat kita.
Aku mau jatuh pada cinta yang baik. Namun jauh di lubuk hati, Aku mau memperbaiki diri terlebih dulu, agar jika saatnya cinta baik itu tiba, Aku tidak akan memalukan dia yang (maunya) akan mencintai Aku dengan baik.
Perpisahan kali ini, bukan tutup buku. Aku yakin cintaku padanya masih besar. Masih terlalu banyak rindu untuk Tuhan bertitik pada cerita kami. Aku hanya memberi sekedar memberi ruang, untuk dia merasakan kehilangan jika memang Aku pernah penting di hatinya. Memberi ruang bagi hati untuk menyembuhkan luka yang belum cukup dalam. Memberikan ruang pada cerita kami yang sebelumnya terlalu cepat dan padat akan senyum serta tangis yang menghantam bertubi tanpa ada persiapan.
Jika memang cinta, maka jatuhlah, terus, lalu bertahanlah. Itu saja yang tadinya Aku tahu. Nikmati apabila masih nikmat. Lepas saat yang tersisa hanya cemas. Kemudian seorang teman pernah berkata padaku, pejuang yang baik, tahu kapan harus maju, kapan harus mundur, dan kapan harus diam menyusun strategi.
Sedih? Menangis? Pastilah, tapi lagi-lagi Aku teringat, Aku harus mencintai diri sendiri hingga tidak akan lagi membiarkan siapapun melukai hati, pikiran dan tubuh ini termasuk oleh harapan serta mimpi sendiri.
Tentu, Aku mau jatuh pada cinta yang baik. Dan inilah Aku, sendiri (lagi). Karena Aku pada akhirnya jatuh pada cinta yang baik, pada diriku sendiri. Dengan mencintai hati sendiri, akhirnya Aku bisa mencintai orang lain (dengan baik). Tanpa drama, tanpa sedih terlalu lama, tanpa perlu ada yang terluka.
No comments:
Post a Comment